November 19, 2008

SUU’ AL-KHULUQ

(AKHLAQ YANG BURUK)

Oleh : Al-Ustadz Mubarak, Lc.

Pengertian ‘Suu’ul khuluq’ (Akhlak yang buruk)

Kata ‘Suu’ secara bahasa adalah ‘ism mashdar’ (kata benda abstrak) dari “saa’a – yasuu’u” yang berati ‘qub-hun’ buruk atau jelek. Allah subhaanahu wa Ta’ala berfirman :

ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاؤُوا السُّوأَى

“Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang lebih buruk”. (Q.S. ar-Ruum : 10).

Ibnu Mandhur berkata :

يُقَالُ : سَاءَ مَا فَعَلَ فُلاَنٌ

Dikatakan; jelek apa yang dikerjakan oleh si Fulan itu.

أَيْ قَبُحَ صَنِيْعُهُ صَنِيْعاً

Artinya; perbuatannya amat buruk.

Beliau juga mengatakan :

وَالسُّوءُ: الفُجُورُ وَالمُنْكَرُ

As-suu’ artinya; kejahatan dan kemungkaran.

Adapun kata ‘al-Khulq’ yang bentuk jamaknya ‘Akhlaaq’ berarti; tabiat atau perangai.

Al-khulq pada diri seseorang terkadang merupakan tabiat dan pembawaan dan terkadang dicapai dengan riyadhah (pembiasaan) dan kesungguhan.

Dari pengertian secara bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa su’ul khuluq (akhlaq yang buruk) adalah perangai yang jelek lagi munkar yang diinkari oleh setiap orang yang berakal sehat. Dari sini pula dapat didefenisikan bahwa pengertian ‘suu’ul khuluq adalah;

بَذْلُ اْلقَبِيْحِ وَ كَفُّ الْجَمِيْلِ

“Mengexpresikan keburukan dan menahan diri dari perbuatan yang baik”, atau dalam pengertian lain :

التَّحَلِّى بِالرَّذَائِلِ وَالتَّخَلِّى مِنَ اْلفَضَائِلِ

“Menghiasi diri dengan berbagai sifat yang hina/rendah dan mengosongkannya dari berbagai sifat yang utama”.[1]

PILAR-PILAR SU’UL KHULUQ

Tatkala kita mendengar, melihat atau menyaksikan berbagai keburukan moral dan akhlak, tentunya kita menanyakan faktor penyebabnya. Karena keburukan akhlaq adalah akibat dari suatu sebab. Untuk mengetahui penyebab keburukan akhlaq ini, penulis mengajak para pembaca untuk menyimak secara seksama uraian al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullahu sebagai berikut;

Beliau rahimahullahu berkata : “Sumber munculnya semua akhlaq yang rendah dan buruk ada empat hal yang menjadi pilar dan penyangganya :

1. al-Jahlu (kebodohan).
2. adh-Zhulmu (kezaliman)
3. asy-Syahwatu (syahwat/nafsu yang tak terkendali)
4. al-Ghadhabu (kemarahan).

Selanjutnya beliau rahimahullahu menguraikan empat hal tersebut dengan mengatakan; bahwa al-Jahlu (kebodohan) mengakibatkan seseorang memperlihatkan sesuatu yang bagus dalam gambaran yang jelek, dan sesuatu yang jelek dalam gambaran yang bagus, menampakkan yang sempurna dalam gambaran yang kurang dan sesuatu yang kurang dalam gambaran yang sempurna.

adh-Zhulmu (kezaliman) membawa seseorang kepada penempatan sesuatu bukan pada tempatnya. Sehingga dia murka pada sesuatu yang seharusnya dia ridha dan ridha pada sesuatu yang semestinya dia murka, berbuat tindakan kejahilan pada sesuatu yang semestinya dia serius, berlaku pelit dan kikir pada situasi yang memerlukan pengorbanan harta, mundur pada situasi yang semestinya dia maju dan maju pada situasi yang semestinya dia mundur, bersikap lembut pada kondisi yang semestinya bersikap tegas dan bersikap tegas dalam situasi yang seharusnya dia bersikap lunak, bersikap tawadhu’ (rendah hati) pada situasi yang semestinya dia bersikap gagah berani dan bersikap menyombongkan diri pada kondisi yang seharunnya dia tawadhu’.

Adapun asy-Syahwah (syahwat/nafsu yang tak terkendali) membawa seseorang kepada kerakusan yang sangat, kikir dan pelit, menerjang kehormatan diri, ketamakan, kehinaan dan segala sifat yang rendah.

Adapun al-Ghadhab (kemarahan) mendorong seseorang kepada keangkuhan, kedengkian dan hasad, permusuhan dan kedunguan.

Kami katakan; jika kita menelusuri ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kita akan jumpai larangan mendekati empat hal di atas.

1. Kejahilan dan orang-orang jahil

Allah Ta’ala berfirman :

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Q.S. al-Furqaan : 63).

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. (Q.S. al-A’raaf : 199).

Nabi Nuh ‘alaihis Salam mendapat teguran dari Allah tatkala mendoakan anaknya yang tidak beriman kepada beliau agar diselamatkan Allah dari air bah dan mengatakan bahwa anaknya termasuk dari keluarganya, maka Allah berfirman kepadanya :

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Q.S. Huud : 46).

2. Kezaliman :

Allah Ta’ala berfirman bahwa Dia tidak berbuat kezaliman :

تِلْكَ آيَاتُ اللّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَمَا اللّهُ يُرِيدُ ظُلْماً لِّلْعَالَمِينَ

“Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya”. (Q.S. Ali ‘Imraan : 108).

Allah melarang perbuatan kezaliman terhadap harta dan darah sesama manusia:

أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَاناً وَظُلْماً فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَاراً وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيراً

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S. an-Nisaa’ : 29-30).

Kezaliman dalam bentuk menolak kebenaran :

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْماً وَعُلُوّاً فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan”. (Q.S. An-Naml : 14).

Demikian pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang perbuatan kezaliman secara umum, Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ”

“Takutlah kamu dari berbuat kezaliman, karena sesungguhnya kezaliman itu kegelapan-kegelapan dihari kiamat”. (H.R. Muslim).

Dan beliau melarang kezaliman terhadap darah, harta dan kehormatan sesama muslim dalam khutbah wada’ beliau dengan mengatakan :

“إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا”

“Sesungguhnya darah-darah kamu, harta-harta kamu dan kehormatan-kehormatan kamu haram di antara kamu seperti haramnya harimu ini, bulanmu ini di negerimu ini”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

3. Mengikuti syahwat/hawa nafsu

Mengikuti syahwat dan hawa nafsu telah merusak perangai pelakunya, oleh karena itu Allah melarangnya dalam banyak ayat al-Qur’an, juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sejumlah hadits, di antaranya Allah Ta’ala berfirman :

وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَن تَمِيلُواْ مَيْلاً عَظِيماً

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)”. (Q.S. an-Nisaa’ : 27).

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً س

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (Q.S. Maryam : 59)

وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ

“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Q.S. Shaad : 26).

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. al-Qashash : 50).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“اتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ”

“Takutlah kamu dari sifat pelit, karena sesungguhnya sifat pelit itu telah membinasakan orang-orang sebelum kalian, membawa mereka menumpahkan darah-darah mereka dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan kepada mereka”. (H.R. Muslim).

Dalam hadits yang lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“لَوْ كَانَ لابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ َلابْتَغَى وَادِيًا ثَالِثًا وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ”

Seandainya Ibnu Adam memiliki dua lembah harta, niscaya dia mengharapkan yang ketiganya, padahal tidaklah mengisi perut anak Adam kecuali debu/tanah”. (H.R. Muslim).

4. Kemarahan

Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam banyak menyebut pujian bagi orang yang menahan kemarahan dan mampu mengendalikan diri, sebaliknya mencela amarah yang tidak terkendali, karena ia salah satu penyebab timbulnya keburukan akhlak. Allah Ta’ala berfirman :

وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ

“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf”. (Q.S. asy-Syuuraa : 37).

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. Ali ‘Imraan : 134).

Dan dari Abu Hurairah Radhiyallohu ‘anhu berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Bukan lah orang yang kuat dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang menguasai dirinya ketika marah”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِي!, قَالَ : “لاَ تَغْضَبْ”, فَرَدَّدَ مِرَارًا, قَالَ: “لاَ تَغْضَبْ”.

Dari Abu Hurairah Radhiyallohu ‘anhu (berkata) bahwasanya seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ; berilah aku wasiat, beliau berkata : “Janganlah kamu marah!”, orang itu mengulang-ulangi permintaan wasiatnya, beliau tetap mengatakan : “Janganlah kamu marah !” (H.R. Bukhari).

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallohu ‘anhu beliau berkata :

“أَوَّلُ الْغَضَبِ جُنُوْنٌ وَآخِرُهُ نَدَمٌ”

“Permulaan kemarahan adalah kegilaan dan akhirnya penyesalan” (al-Adab asy-Syar’iyyah 1/230).

FENOMENA SUU’UL KHULUQ & PENGOBATANNYA.

Jika kita menelusuri fenomena dan gejala perangai yang buruk, kita jumpai banyak hal yang dikerjakan oleh manusia sebagai bentuk perangai yang buruk, di antaranya ;

1. Sikap kasar dan kaku dalam ucapan, tindakan dan perbuatan. Padahal dalam al-Qur’an Allah Ta’ala memerintahkan untuk bertuturkata yang baik terhadap manusia baik, Allah Ta’ala berfirman :

وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْناً

“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (Q.S. al-Baqarah : 83).

Demikian pula kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang diutus-Nya dengan membawa wahyu dan petunjuk, beliau diingatkan oleh Allah dengan firman-Nya :

وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ

“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. (Q.S. Ali ‘Imraan : 159).

1. Menyeramkan wajah sehingga tampak sangar dan mengerutkan dahi serta tidak penah tersenyum kepada orang lain tanpa dosa dan kesalahan yang mereka perbuat. Perangai ini adalah perpaduan antara keangkuhan dan watak yang keras. Sebab, peremehan terhadap manusia disebabkan oleh sifat ujub dan angkuh, sedangkan tidak senyum kepada teman dan saudara timbul karena watak yang keras dan tabi’at yang kasar. Padahal tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita bahwa bertemu saudara sesama muslim dengan wajah yang ceria suatu perbuatan yang ma’ruf. Dari Abu Dzar al-Ghifari z berkata ; Nabi n berkata kepadaku :

“لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ”

“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan suatu perbuatan baik meskipun hanya bertemu saudaramu dengan wajah yang ceria”. (H.R. Muslim).

1. Cepat marah, ini adalah perangai yang tercela secara syari’at dan akal. Betapa banyak peristiwa yang tidak diinginkan terjadi karena sifat ini seperti; pembunuhan, perceraian, perselisihan, pertengkaran antara dua sahabat dan beragam kerusakan lainnya sebagai akibatnya. Sifat ini bisa dihilangkan dengan melaksanakan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

· Membaca ta’awwudz ketika marah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah menyaksikan dua orang yang saling mengata-ngatai, maka beliaupun bersabda :

إنِّي َلأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ:

Bahwasanya aku mengetahui suatu kalimat, seandainya dia mengucapkannya niscaya hilang kemarahannya. Seandainya dia mengucapkan :

“أَعُوْذُ باللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ”

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”, niscaya akan hilang kemarahannya. (H.R. Bukhari dan Muslim).

· Mengingat dan merenungkan balasan yang dijanjikan bagi orang yang mampu menahan amarahnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

“مَنْ كَظَمَ غَيْظاً ، وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ ، دَعَاهُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ اْلعِيْنِ مَا شَاءَ”

“Barang siapa menahan amarah padahal dia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah Subhaana Ta’ala akan memanggilnya di tengah keramaian manusia pada hari kiamat, hingga memberikannya pilihan dari bidadari-bidadari surga yang dikehendakinya”. (H.R. Abu Dawud dan dihasankan oleh al-Muhaddits al-Albani).

· Mengambil sikap diam ketika marah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ”

“Jika salah seorang di antara kamu marah, hendaklah ia diam” (Hadits Riwayat Ahmad dan lainnya dan dishahihkan oleh al-Albani).

1. Menghadapi orang dengan berwajah dua; terkadang ada orang yang menghadapi temannya dengan tersenyum, ramah dan baik, menampakkan cinta dan kesepakatannya kepadanya, tetapi di belakangnya dia mengata-ngatai dan menjelekkannya dengan lisannya. Sifat ini salah satu sifat terjelek dan terendah dan pelakunya termasuk orang yang terjelek dan terendah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“تَجِدُ مِنْ شَرِّ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اللَّهِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ”

“Engkau akan mendapati di antara manusia yang paling jelek di hari kiamat di sisi Allah adalah orang yang berwajah dua[2], yang datang kepada yang ini dengan satu wajah dan kepada yang ini dengan wajah yang lain” (H.R. Bukhari no : 5598).

Sifat ini telah dicela, bukan saja oleh orang yang beragama dan berakal, bahkan orang yang hidup di zaman jahiliyyah-pun mencela dan mengingkarinya, Mutsaqqib al-Abdiy berkata :

إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْ يَكْشُرُلِى # حِيْنَ يَلْقَانِى وَإِنْ غِبْتُ شَتَمَ.

“Sesungguhnya sejelek-jelek manusia, orang yang tertawa ketika bertemu aku namun jika aku tiada dia mengata-ngataiku”.[3]

1. Hasad dan dengki; yaitu berangan-angan hilangnya suatu ni’mat dari orang yang dia hasudi, atau murka dan benci tatkala melihat kondisi orang yang dia hasudi lebih baik.[4]

Sifat ini adalah penyakit kronis dan racun yang mematikan, tidak selamat dari penyakit ini kecuali orang yang diselamatkan Allah Ta’ala Yang Maha Besar. Sifat ini salah satu sifat ahlil kitab yang dicela oleh Allah dalam firman-Nya :

“Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran”. (Q.S. al-Baqarah : 109).

Pada ayat yang lain Allah berfirman ;

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?”. (Q.S. an-Nisaa’ : 54).

Oleh karena keburukan sifat ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang dalam banyak hadits, di antaranya :

“لاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَكُونُوْا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا”

“Janganlah kamu saling murka, janganlah kamu saling dengki dan janganlah kamu saling membelakangi, akan tetapi jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Untuk menyembuhkan penyakit hasud dan dengki hanya dengan mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam menjauhinya dan kembali kepada Allah dengan menyadari bahwasanya segala ni’mat yang dianugerahkan kepada manusia dari Allah Ta’ala, Dia memberikannya kepada yang Dia kehendaki.

لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَي وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعَ

“Tiada yang dapat mencegah apa yang diberikan-Nya dan tiada yang dapat memberikan apa yang dicegah-Nya”.

Itulah di antara contoh perangai dan akhlaq yang buruk lagi jelek. Jika kita menelusurinya akan kita jumpai sejumlah contoh akhlaq yang buruk yang harus dijauhi. Salah satu upaya untuk menjauhinya dengan melatih diri dan membiasakannya dengan akhlaq yang mulia dan senantiasa berdoa kepada Allah agar dijauhi dari sifat dan perangai yang buruk di antaranya :

اَللَّهُمَّ اهْدِنِي ِلأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِي ِلأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ

“Ya Allah berilah aku petunjuk kepada akhlak yang terbaik (karena), tiada yang menunjuki kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau, dan palingkanlah aku dari akhlak yang buruk (karena), tiada yang memalingkan dari akhlaq yang buruk kecuali Engkau”.[5]

Juga dengan do’a :

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ اْلأَخْلاَقِ وَاْلأَعْمَالِ وَاْلأَهْوَاءِ

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari berbagai akhlak, amal perbuatan dan hawa nafsu yang buruk”.[6]

Wallahu Ta’ala a’lam.

[1] Madaarij as-Saalikiin 2/294.

[2] Yaitu para munafik, pengadu domba yang pandai bermain cantik dalam kemunafikan mereka. Wallahu a’lam.

[3] “Suu’ul khuluq” hal : 25 dinukil dari kitab “ad-Diiwaan”.

[4] Ibid hal. 34

[5] Do’a ini cuplikan dari salah satu do’a iftitah yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alayhi was Salam dalam hadits riwayat Muslim,Tirmidzi, Nasaa’i. dan lainnya. (Su’ul Khuluq hal : 92).

[6] H.R, Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani (Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi no : 3591).

Tidak ada komentar: