November 19, 2008

KARAKTERISTIK SYARIAT

Kekal, Universal dan Komprehensif

Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr

Syariat ini, yang Alloh mengutus Muhammad, Rasul-Nya yang mulia dengannya, memiliki tiga karakteristik, yaitu al-Baqo’ (kekal), al-‘Umum (niversal/menyeluruh) dan al-Kamal (komprehensif/sempurna). Syariat ini akan senantiasa langgeng/kekal sampai hari kiamat. Alloh Azza wa Jalla berfirman :

((مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ))

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. “ (QS al-Ahzaab : 40)

Imam Bukhari (71) dan Muslim (1037) meriwayatkan dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu yang berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

من يُرد الله به خيراً يفقهه في الدِّين، وإنَّما أنا قاسمٌ والله يُعطي، ولن تزال هذه الأمَّةُ قائمةً على أمر الله، لا يضرُّهم من خالفهم حتى يأتي أمر الله

“Barangsiapa yang Alloh mengendaki kebaikan atasnya, maka ia akan memahamkannya di dalam agama. Sesungguhnya saya ini hanyalah seorang qoosim (pembagi) dan Alloh-lah yang memberi. Umat ini akan senantiasa menegakkan perintah Alloh, tidaklah mencederai mereka orang-orang yang menyelisihi mereka, sampai datangnya hari kiamat.”

Syariat ini universal mencakup Jin dan Manusia, dan mereka umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah umat dakwah. Karena sesungguhnya setiap manusia dan jin, dari semenjak diutusnya Nabi sampai hari kiamat kelak, diseru (didakwahi) untuk masuk ke dalam agama yang hanif (lurus) ini, yang Alloh mengutus Nabi-Nya yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengannya. Sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla :

((وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ))

“Allah menyeru ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS Yunus : 25)

Di dalam ayat yang mulia ini, ada suatu isyarat (penunjuk) akan adanya umat dakwah dan umat ijabah. Adapun dakwah di dalam firman Alloh :

وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ

“Allah menyeru ke darussalam (surga)”

Yaitu, menyeru setiap orang. Maf’ul (obyek penderita) di dalam ayat ini dimahdzuf (dihilangkan) untuk membuahkan faidah keumuman (universalitas). Adapun ummat ijabah (diisyaratkan) di dalam firman-Nya :

وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

“dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”

Karena sesungguhnya orang-orang yang diberi petunjuk oleh Alloh kepada jalan yang lurus, mereka adalah orang-orang yang menjawab/menerima (istijab) dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan masuk ke dalam agama-Nya yang hanif dan mereka termasuk kaum muslimin. Sampainya hidayah kepada umat ijabah, sesungguhnya adalah karena keutamaan Alloh dan taufiq-Nya.

Hidayah kepada jalan yang lurus ini, merupakan taufiq bagi orang yang telah Alloh tunjuki, dan tiada seorangpun yang memiliki hidayah seperti ini melainkan hanya Alloh Subhanahu, sebagaimana dalam firman Alloh Azza wa Jalla :

(( إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ))

“Sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS al-Qoshosh : 56)

Adapun Hidayah ad-Dilalah wal Irsyad (prtunjuk dengan menerangkan dan mengarahkan), maka Alloh telah menetapkannya kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam di dalam firman-Nya :

((وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ))

“Dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS asy-Syuura : 52)

Yaitu : menunjukkan dan memberikan pengarahan.

Adapun dalil-dalil yang menunjukkan keuniversalitasan (syumul) dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam kepada semua umat manusia, adalah firman Alloh Azza wa Jalla :

((قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً))

“Katakanlah (wahai Muhammad) : Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semuanya.” (QS al-A’raaf : 158)

Sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa Salam :

والذي نفسي بيده! لا يسمع بي أحد من هذه الأمَّة يهودي ولا نصراني، ثم يموت ولم يؤمن بالذي أُرسِلتُ به إلاَّ كان من أصحاب النار

“Demi (Rabb) yang jiwaku berada di tangannya! Tidaklah seorangpun di umat ini yang mendengar tentang diriku, baik ia seorang Nasrani atau Yahudi kemudian meninggal dan tidak mengimani dengan risalah yang aku diutus dengannya, maka ia termasuk penghuni neraka.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Shahih-nya (153).

Pembenar hal ini terdapat di dalam Kitabullah, sebagaimana penafsiran dari Sa’id bin Jubair rahimahullahu terhadap firman Alloh Azza wa Jalla :

((وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ))

“Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, Maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.” (QS Huud : 17)

Ibnu Katsir menyebutkan tentangnya di dalam tafsir beliau terhadap ayat dari surat Hud ini.[1]

Diantara dalil-dalil yang menunjukkan keuniversalitasan dakwah Nabi kepada jin adalah firman Alloh Azza wa Jalla :

((وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَراً مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ * قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَاباً أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ * يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ * وَمَن لا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِن دُونِهِ أَولِيَاء أُوْلَئِكَ فِي ضَلالٍ مُّبِينٍ))

“Dan (Ingatlah) ketika kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, Maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. ketika pembacaan Telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: “Hai kaum kami, Sesungguhnya kami Telah mendengarkan Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.” (QS al-Ahqaaf : 29-31)

Alloh Azza wa Jalla berfirman di dalam surat ar-Rahman :

((فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ))

“Maka nikmat tuhan kamu manakah kami kamu berdua dustakan?”

Dan ayat ini merupakan khithab (seruan) dari Alloh kepada manusia dan jin, dan ayat ini disebutkan di dalam surat ini sebanyak tiga puluh satu kali.

Di dalam Sunan at-Tirmidzi (3291), dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :

خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم على أصحابه فقرأ عليهم سورة الرحمن من أوَّلِها إلى آخرها فسكتوا، فقال: لقد قرأتها على الجنِّ ليلة الجنِّ فكانوا أحسنَ مردوداً منكم؛ كنتُ كلَّما أتيتُ على قوله: ((فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ))، قالوا: لا بشيء من نعمك ربَّنا نكذِّب، فلك الحمد

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam keluar di hadapan para sahabatnya lalu membacakan kepada mereka surat ar-Rahman dari awal hingga akhir ayat sehingga mereka semua terdiam. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Salam berkata : ‘Aku telah membacakan surat ini di hadapan jin pada suatu malam dan mereka adalah makhluk yang paling baik didalam merespon dibandingkan kalian. Aku tiap kali sampai kepada firman Alloh : “Maka nikmat tuhan kamu manakah kami kamu berdua dustakan?”, mereka berseraya mengatakan : tidak ada sedikitpun dari nikmat-nikmat-Mu wahai Rabb kami yang kami dustakan, hanya untuk-Mu-la segala pujian.”

Hadits ini memiliki syaahid (penguat) dari Ibnu ‘Umar yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Lihat takhrij hadits ini di dalam as-Silsilah ash-Shahihah karya al-Albani (2150).

Diantara surat-surat Al-Qur`an adalah surat al-Jin. Alloh telah mengisahkan di dalam ayat ini sejumlah ucapan-ucapan dari bangsa jin.

Adapun karakteristik yang ketiga dari karakteristik syariat ini adalah sifat sempurna (komprehensif). Alloh Azza wa Jalla berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia :

((الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً))

“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS al-Maa`idah : 3)

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

تركتكم على مثل البيضاء، ليلها كنهارها، لا يزيغ عنها إلاَّ هالك

“Aku meninggalkan kepada kalian dalam keadaan putih terang benderang, yang malamnya bagaikan siangnya. Tidaklah ada seorang pun yang berpaling darinya melainkan ia pasti binasa.” Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim di dalam as-Sunnah (48) dari al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. Beliau juga meriwayatkannya (47) dari hadits Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.

Di dalam Shahih Muslim (262) dari Salman beliau berkata :

قيل له: قد علَّمكم نبيُّكم صلى الله عليه وسلم كلَّ شيء حتى الخراءة، قال: فقال: أجل! لقد نهانا أن نستقبل القبلة لغائط أو بول، أو أن نستنجي باليمين، أو أن نستنجي بأقل من ثلاثة أحجار، أو أن نستنجي برجيع أو بعظم

“Orang kafir berkata kepada beliau : Apakah nabimu Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengajarkan kepadamu segala sesuatunya sampai-sampai juga di dalam masalah buang air? Salman menjawab : Benar sekali! Beliau telah melarang kami dari menghadap kiblat ketika sedang buang air besar atau kecil, atau melarang dari bercebok dengan tangan kanan, atau melarang kami dari bercebok dengan batu yang kurang dari tiga buah, atau melarang kami bercebok dengan kotoran dan tulang belulang.”

Hadits ini menunjukkan akan kesempurnaan syariat dan mencakup semua hal yang diperlukan oleh umat ini, sampai-sampai di dalam masalah buang hajat sekalipun.

Juga di dalam Shahih Muslim (1844), dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

إنَّه لم يكن نبيٌّ قبلي إلاَّ كان حقًّا عليه أن يدلَّ أمَّته على خير ما يعلمه لهم، وينذرهم شرَّ ما يعلمه لهم

“Sesungguhnya belum pernah ada nabi sebelumku, melainkan wajib atasnya untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang ia ketahui dan memperingatkan mereka dari keburukan yang ia ketahui.”

Al-Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya (5598) dari Abu al-Juwairiyah beliau berkata :

سألتُ ابنَ عباس عن الباذق، فقال: سبق محمد صلى الله عليه وسلم الباذق، فما أسكر فهو حرام، قال: الشراب الحلال الطيب، قال: ليس بعد الحلال الطيب إلاَّ الحرام الخبيث

“Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas tentang badziq (sebangsa tuak), maka beliau berkata : Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah mendahului (di dalam menjelaskan hukum) badziq ini, (yaitu) segala hal yang memabukkan maka haram hukumnya. Beliau berkata : Minuman itu halal lagi baik. Beliau berkata kembali : Tidak ada lagi setelah sesuatu yang halal lagi baik melainkan sesuatu yang haram lagi buruk.”

Badziq adalah salah satu jenis dari minuman (yang memabukkan, pent.). Hadits ini bermakna bahwa badziq tersebut belum ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Akan tetapi syariat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah mencakup seluruhnya, baik badziq ataupun selainnya, yang mana hal ini juga tercakup di dalam keumuman sabda Nabi :

ما أسكر فهو حرام

“segala hal yang memabukkan maka haram hukumnya”.

Sesungguhnya, hadits ini menunjukkan keumuman atas setiap yang memabukkan, baik yang ada di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam ataupun yang ada di zaman setelah beliau, baik dalam bentuk cair maupun padat, semua itu haram hukumnya. Adapun sesuatu yang tidak bersifat demikian maka halal hukumnya.

Dapat dikatakan bahwa, menghisap rokok yang hanya ditemui pada dewasa ini, sama (hukumnya) dengan yang dikatakan terhadap badziq, yaitu syariat dengan keumuman sifatnya menunjukkan atas keharamannya. Hal ini juga dijelaskan di dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam :

((وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ))

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS al-A’raaf : 157)

Rokok itu bukanlah termasuk sesuatu yang baik, bahkan ia merupakan sesuatu yang buruk, oleh karena itu haram hukumnya. Sebagai tambahan pula, rokok itu dapat menyebabkan penyakit yang dapat menghantarkan kepada kematian. Merokok itu membuang-buang harta dan mengganggu manusia dengan bau yang tidak disukai, hal ini semua menunjukkan atas keharaman rokok.

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata :

ترَكَنَا رسول الله صلى الله عليه وسلم وما طائر يطير بجناحيه إلاَّ عندنا منه علم

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggalkan kita dan tidaklah seekor burung yang terbang mengepakkan kedua sayapnya melainkan beliau telah menerangkan ilmunya kepada kami.” Dikeluarkan oleh Abu Hatim Ibnu Hibban di dalam shahih-nya (65), dan beliau berkata :

معنى (عندنا منه) يعني بأوامره ونواهيه وأخباره وأفعاله وإباحته صلى الله عليه وسلم

“Arti ‘telah diterangkan oleh beliau kepada kami’ yaitu menerangkan perintah-perintahnya, larangan-larangannya, berita-beritanya, perbuatan-perbuatannya dan pembolehan-pembolehannya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.” Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahih Mawarid azh-Zham`aan fi Zawa`idi Ibni Hibban karya al-Haitsami (I/119).

Diantara ilmu yang diterangkan Rasulullah kepada kami tentang seeokor burung, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih-nya (1934) dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata :

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن كلِّ ذي ناب من السِّباع، وعن كلِّ ذي مخلب من الطير

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarang kami memakan setiap yang bertaring dari binatang buas dan setiap yang berkuku (cakar) dari burung.”

Hadits ini menunjukkan atas haramnya memakan setiap burung yang berkuku yang digunakan untuk memangsa.

Hadits ini termasuk Jawami’ Kalim (ucapan yang ringkas namun sarat akan makna, pent.) yang dimiliki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, dan hadits ini menjelaskan tentang ahkam (hukum).

Adapun yang menjelaskan tentang akhbar (berita), diantaranya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :

لو أنَّكم توكَّلون على الله حقَّ توكله لرزقكم كما يرزق الطير، تغدو خماصاً، وتروح بطاناً

“Sekiranya kalian bertawakkal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Alloh akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Ia memberikan rezeki kepada burung, yang berangkat pagi-pagi dalam keadaan perut kosong dan kembali dalam keadaan kenyang.” Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan al-Hakim. At-Turmudzi berkata tentangnya : “hasan shahih”. Hadits ini adalah salah satu hadits yang ditambahkan oleh Ibnu Rojab terhadap hadits Arba’in Nawawi.

Imam Ibnul Qoyyim berkata di dalam kitabnya I’laamul Muwaqqi’in (IV/375-376) ketika menerangkan kesempurnaan syariat :

“Dan pokok ini adalah diantara pokok-pokok yang paling urgen dan paling bermanfaat. Pokok ini dibangun di atas satu huruf saja, yaitu keuniversalitasan syariat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang berkaitan dengan setiap perkara, dimana setiap hamba membutuhkannya di dalam pengetahuan, ilmu dan amal mereka. Bahwasanya keuniversalitasan risalah ini menyebabkan ummat sudah tidak butuh lagi kepada seorangpun setelahnya, dan sesungguhnya kebutuhan mereka hanyalah kepada orang yang menyampaikan kepada mereka risalah yang ia bawa.

Risalahnya memiliki dua keuniversalitasan yang terpelihara yang tidak ada celah untuk mengkhususkannya, yaitu universalitas yang berkaitan dengan mereka yang menerima risalah (obyek risalah, pent.) dan universalitas yang berkaitan dengan setiap hal yang diperlukan oleh orang yang diutus (rasul) padanya baik di dalam ushuluddin maupun furu’-nya. Risalahnya adalah risalah yang menyeluruh, memadai dan universal yang tidak membutuhkan risalah lainnya. Keimanan kepada Rasul tidaklah akan sempurna melainkan dengan menetapkan keuniversalitasan risalahnya di dalam segala hal. Seorang mukallaf tidaklah akan bisa keluar dari risalah Rasul dan berbagai bentuk kebenaran yang dibutuhkan oleh umat di dalam ilmu dan amalnya tidaklah bisa keluar dari syariat yang datang kepada Rasul.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah wafat, dan tidak ada seekor burungpun yang terbang mengepakkan kedua sayapnya di angkasa melainkan Rasul telah menyebutkan kepada umat ilmunya, dan beliau telah mengajarkan segala sesuatunya sampai tentang etika buang air, bersetubuh dan tidur, etika berdiri dan duduk, etika makan dan minum, etika naik dan turun dari kendaraan, etika bepergian dan menetap, etika diam dan berbicara, etika bersendiri dan bersosialisasi, etika ketika kaya dan miskin, etika ketika sehat dan sakit dan semua hukum-hukum yang berkaitan dengan hidup dan mati.

Beliau juga menjelaskan tentang sifat Arsy dan Kursi (Alloh), malaikat dan jin, neraka dan surga, hari kiamat dan segala hal di dalamnya, sampai-sampai seakan-akan mata dapat melihatnya. Beliau mengenalkan tentang sesembahan dan tuhan mereka dengan pengenalan yang menyeluruh akan sifat-sifat-Nya yang sempurna dan agung, sampai-sampai seakan-akan mereka dapat melihat dan menyaksikan-Nya. Beliau menceritakan tentang para nabi dan umat mereka serta peristiwa yang terjadi atas mereka, sampai-sampai seakan-akan umat ini berada di tengah-tengah mereka. Beliau menjelaskan jalan-jalan kebaikan dan keburukan secara seksama dan menyeluruh, dimana para nabi sebelumnya belum pernah menjelaskannya kepada umatnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengajarkan kepada mereka perihal kematian dan segala hal yang terjadi setelahnya di alam Barzakh serta segala hal yang diperoleh baik berupa kenikmatan maupun adzab yang dialami ruh dan jasad yang para nabi sebelumnya belum pernah mengajarkannya kepada umatnya. Begitu pula beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengajarkan tentang dalil-dalil tauhid, kenabian dan pembalasan (mi’ad) serta bantahan terhadap seluruh kelompok kafir dan sesat, sehingga orang yang telah mengetahuinya tidak butuh lagi kepada (penjelasan) orang setelah beliau, Allohumma, kecuali kepada orang yang menyampaikan, menjelaskan dan menerangkan perkara yang masih tersamar atasnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga mengajarkan kepada mereka siasat di dalam berperang, berhadapan dengan musuh dan cara-cara meraih kemenangan dan kejayaan, yang sekiranya mereka (umat ini) mengetahui dan memahaminya serta menjaganya dengan sebaik-baiknya, niscaya musuh-musuh mereka tidak akan mampu mengalahkan mereka untuk selama-lamanya.

Demikian pula beliau telah mengajarkan kepada umatnya tipu daya iblis dan jalan-jalan yang digunakan olehnya untuk memperdaya manusia, cara menjaga diri dari tipu daya dan makarnya dan cara menolak kejahatannya agar tidak semakin bertambah kepadanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga mengajarkan umatnya tentang perihal jiwa-jiwa mereka beserta sifat-sifatnya, dan segala hal yang menyelinap dan terpendam di dalamnya, yang mereka sudah tidak butuh lagi (penjelasan) selain beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga turut mengajarkan kepada mereka tentang urusan penghidupan (mata pencaharian) mereka, yang apabila mereka mengetahui dan mengamalkannya, niscaya akan jaya dunia mereka dengan sejaya-jayanya.

Secara umum, beliau datang kepada mereka dengan seluruh kebaikan dunia dan akhirat, dan Alloh menjadikan mereka sudah tidak butuh lagi kepada seorangpun selain beliau. Lantas, bagaimana bisa ada yang mengira bahwa syariat beliau yang sempurna ini, yang tidak ada satu syariatpun yang datang ke dunia yang lebih sempurna dari syariatnya, dianggap masih kurang, masih memerlukan siyasah (politik) asing untuk menyempurnakannya, atau masih memerlukan qiyas (analog), haqiqat (esensi) atau akal pemikiran dari luar. Barangsiapa yang beranggapan demikian, maka ia seperti orang yang beranggapan bahwa manusia masih butuh kepada rasul lain setelah beliau. Penyebab kesemua hal ini adalah, masih tersamarnya risalah yang dibawa nabi atas orang yang mengira demikian dan dikarenakan pemahamannya yang minim.

Alloh telah memberikan taufiq-Nya kepada para sahabat Nabi-Nya, yang mereka telah mencukupkan diri dengan risalah yang datang kepada beliau dan mereka sudah merasa tidak butuh lagi dengan selain risalah beliau, sehingga akhirnya mereka dapat membuka hati (manusia untuk masuk Islam, pent.) dan membuka (menaklukan) negeri-negeri, sembari mengatakan : Ini adalah perjanjian Nabi kami kepada kami dan merupakan perjanjian kami kepada kalian.” [selesai]

Dialihbahasakan dari al-Hatstsu ‘alâ ittibâ`is Sunnah wat Tahdzîru minal Bida’ karya Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr oleh Abu Salma.

[1] Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Muqoddimah Tafsir al-Qur`anil Azhim (juz I, hal. 6) : “Siapa saja yang telah sampai Al-Qur`an ini kepadanya, baik orang Arab maupun ‘Ajam (non Arab), orang berkulit hitam maupun berkulit merah, jin maupun manusia, maka Al-Qur`an ini adalah peringatan baginya. Oleh karena itulah Alloh Ta’ala berfirman : “Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, Maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya” (QS Huud : 17). Barangsiapa dari orang-orang yang kami sebutkan tadi yang mengkufuri Al-Qur`an, maka nerakalah tempat yang diancamkan padanya, dengan penegasan Alloh Ta’ala sebagaimana dalam firman-Nya : “Maka serahkanlah (Ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan Ini (Al Quran). Nanti kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka.” (QS al-Qolam : 44-45)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

بُعِثتُ إلى الأحمر والأسود

“Aku diutus kepada orang berkulit merah dan berkulit hitam”

Mujahid berkata : “yaitu manusia dan jin.” Beliau Shalawatullah wa Salamuhu ‘alayhi adalah utusan Alloh kepada semua makhluk baik jin dan manusia. Sebagai penyampai kepada mereka risalah yang diwahyukan Alloh kepadanya dari Kitab yang mulia ini, “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS Fushshilat : 42)

Tidak ada komentar: